A.
Pengertian dan jenis-jenis koping
Ø Pengertian
Koping adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi
perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut
menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila
mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap
perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Mekanisme
koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikanmasalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan
menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus
yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan
kedua definisi di atas, maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku
Individu
dapat mengatasi stres dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Ada lima
sumber koping yaitu: aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu,
teknik-teknik pertahanan, dukungan sosial dan dorongan motivasi (Hidayat,
2008).
Ø Jenis-jenis koping
Menurut
Rasmun, ( 2004 ) dan Mustikasari, ( 2008 ) jenis koping ada dua yaitu:
1.
Koping Psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua faktor yaitu:
a. bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
b. keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2. Koping psikososial
Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua faktor yaitu:
a. bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
b. keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2. Koping psikososial
Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu;
1) Perilaku menyerang ( Fight )
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya dan perilaku yang ditunjukkan dapat berupa konstruktif maupun destruktif.
2) Perilaku Menarik Diri ( Withdrawl )
Individu menunjukan perilaku pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologik meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor.
3) Kompromi
Kompromi merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan dengan bermusyawarah atau negoisasi.
b. Reaksi yang berorientasi pada Ego.
Reaksi ini digunakan oleh individu dalam menghadapi stres atau kecemasan sehingga dapat mengurangi kecemasan, tetapi jika digunakan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan orientasi realita dengan memburuknya hubungan interpersonal dan produktifitas kerja. Adapun mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego yaitu;
1) Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya.
2) Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
3) Mengalihkan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4) Disosiasi
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.
5) Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang dia kagumi berupaya dengan mengambil atau menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (intelectualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan.
7) Introjeksi (introjection)
Perilaku dimana individu menyatukan nilai orang lain atau kelompok kedalam dirinya.
8) Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
9) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan yang dilakukannya sendiri.
10) Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan kesalahannya.
11) Reaksi formasi
Pembentukan sikap dan pola perilaku yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya.
12) Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
13) Represi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.
14) Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang atau keadaan semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
15) Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.
16) Supresi
Menekan perasaan yang menyakitkan ke alam tak sadar sampai dia melupakan peristiwa yang menyakitkan itu.
17) Undoing
Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan atau perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitif.
B.
Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif
Harmer dan
Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu:
1.
Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2.
Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3.
Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4.
Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5.
Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
Sumber:
Hurlock,
E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Edisi ke-5). Indonesia:
Erlangga.
Henry.I.S
& Soemarmono W.S. (1997). Hubungan Antara Perilaku Koping Dengan
Depresi Pada Lanjut Usia di
Panti Wredha Di Yogyakarta. Yogyakarta: Labolatorium RSUP. DR. Sardjito.
Rasmun,
Skp., M.Kep, Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta,2004
Siswanto, S.Pi., Msi. Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya,
CV.Andi Offeset, Yogyakarta, 2007.
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995
http://www.psychologymania.com/2012/08/pengertian-koping.html