Tulisan 1
Manajemen Gaya Jokowi
Jika tindakan Anda
menginspirasi orang lain untuk bermimpi, bertindak, dan menjadi lebih dari
sebelumnya, Anda seorang pemimpin. - John Quincy Adams.
MANAJEMEN
James Mac Gregor Burns dalam buku “Leadership” yang ditulis
tahun 1978, berbicara tentang Kepemimpinan Moral dengan mengungkapkan bahwa ”
yang saya maksudkan ialah pemimpin yang dapat menghasilkan perubahan sosial
yang akan memuaskan kebutuhan otentik pengikut”. (Manajemen/James A.F Stoner).
Seperti kita ketahui dalam masa kampanye pilkada gubernur DKI, Jokowi telah
mengobservasi segala hal yang menjadi kebutuhan masyarakat DKI. Masyarakat yang
mempercayai kepemimpinannya dalam menata kelola jalannya pemerintahan DKI yakin
bahwa ; dengan Jokowi sebagai gubernur DKI, maka pemerintahan DKI dapat
memenuhi secara konkrit semua kebutuhan sebagian besar masyarakat di Jakarta.
Jokowi kemudian memberikan janji sebagai komitmen bagi para pengikutnya dalam
kampanye, yang pada akhirnya pilkada dimenangkan oleh Jokowi-Basuki.
Cara Jokowi dalam menata kelola pemerintahan provinsi Jakarta
dapat terlihat pada hari pertama dan kedua masa kepemimpinannya. Saya memang
bukan ahli manajemen yang dapat menilai kepemimpinan seorang tokoh dengan
kredibilitas dan kapasitas yang mumpuni, namun sebagai orang awan dalam bidang
manajemen, saya melihat sebuah fenomena baru cara mengelola sebuah pemerintahan
daerah yang lebih rasional dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar
masyarakat Jakarta saat ini. Sudah terbukti pada masa sebelumnya dan berjalan,
bahwa teknik manajemen pemerintahan yang disebut modern dengan birokrasi yang
panjang dan besar ternyata tidak efektif dan malah menimbulkan biaya yang besar
dalam aspek kehidupan masyarakat didaerah provinsi maupun kabupaten. Manajemen
birokrasi modern yang diterapkan pada tata kelola pemerintahan daerah yang
berjenjang menyebabkan seorang pemimpin enggan dan mungkin tidak mau turun
kelapangan untuk melihat kenyataan fakta yang dilaporkan oleh bawahannya.
Adalah sebuah anekdot ABS yang sering kita dengar terungkap saat para pegawai
melapor kepada pimpinan dengan fakta yang bertolak belakan dengan hasil
laporan. Situasi ini diperparah dengan keengganan pemimpin melakukan
Pengendalian fakta dilapangan. Banyak pemimpin daerah yang percaya dengan
laporan anak buah nya dalam kertas laporan saja. Padahal telah banyak terungkap
kertas laporan berbanding terbalik dengan fakta kenyataan dilapangan.
Sebagian besar kita yang mengikuti perjalanan 2 hari
kepemimpinan Jokowi di Jakarta mungkin telah membaca berita di harian media
massa nasional, bahwa Jokowi akan mendorong anak buahnya untuk mau terjun
kelapangan. Jokowi mengungkapkan cara manajemen dengan rentang waktu
perencanaan yang singkat namun efektif dan lebih memberikan banyak waktu untuk
melakukan pengarahan, implementasi dan pengendalian.
Dalam buku Manajemen Umum (Djati Julitriarsa & John
Suprihanto/BPFE 1992) dalam halaman 5 dijelaskan fungsi Manajemen menurut
George R. Terry adalah ;
- Planning.
- Organizing.
- Actuating.
- Controlling.
Menurut saya, teori fungsi manejemen yang di jelaskan oleh
George R. Terry dapat menjelaskan tata kelola pemerintahan Jakarta dengan
kepemimpinan Jokowi dan memiliki relevansi yang seutuhnya. Saya tidak setuju
dengan penjelasan gaya kepemimpinan Jokowi dalam sebuah acara TV nasional
adalah sama dengan gaya kepemimpinan dimasa kerajaan dahulu (kuno) di Indonesia
dimana tidak ada delegasi kekuasaan.
GAYA JOKOWI
Memang saya orang awan dalam keilmuan manjemen, namun tulisan
ini merupakan sebuah apresiasi atas fenomena gaya kepemimpinan baru Jokowi yang
menurut saya sangat efektif untuk dilakukan dalam menjalankan roda
pemerintahan.
Gaya menajemen Jokowi lebih memberikan ruang pada
implementasi dan pengendalian. Apabila diterjemahkan dalam bahasa statistik
sederhana, maka menurut hemat saya dapat dipolakan sebagai berikut ;
- Planning (10%).
- Organizing (10%).
- Actuating (30%).
- Controlling (50%).
Hipotesa statistik sederhana dalam proporsi persentase
tersebut memang perlu dikaji kebenarannya, karena proporsi fungsi
manajemen terhadap manajemen gaya Jokowi tersebut merupakan dugaan secara
instan dan hanya menggunakan estimasi perkiraan yang belum ilmiah.
Namun, pada prinsipnya ; dengan ungkapan Jokowi yang akan
mengajak anak buahnya untuk lebih banyak turun kelapangan, adalah sebuah
kejelasan bahwa fungsi manajemen Pengendalian/Controlling mendapat porsi
terbesar (50%) yang dilakukan oleh manajemen gaya Jokowi setelah melakukan
proses observasi lapangan yang ekivalen dengan fungsi manajemen Actuating
sebesar 30%.
Saya sangat rindu
dengan gaya kepemimpinan seorang Jokowi sejak lama dapat diterapkan di Negara
ini. Yang artinya seorang pemimpin yang akan bekerja keras melakukan
pengendalian atas semua perencanaan yang telah dibuat dan dipetakan dalam
membangun kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia. Gaya kepemimpinan
Jokowi yang meletakkan porsi terbesar dalam Pengendalian, menurut hemat saya
adalah sangat efektif dan efisien dalam menjaga implementasi pembangunan
di lapangan berjalan dengan semestinya.
Pemimpin yang mau
bekerja keras dengan turun kelapangan sebagai bentuk fungsi manajemen dalam
Pengendalian merupakan sebuah keniscayaan keberhasilan dalam proses
menjalankan pembangunan kesejahteraan seluruh anak bangsa Indonesia yang
sesungguhnya. Sebab roh utama dalam fungsi manajemen adalah Pengendalian.
Pengendalian dapat dijalankan dengan efektif apabila seorang pemimpin mau
bekerja keras turun melihat fakta kelapangan. “No Pain No Gain”.
Saya berharap, dengan
gaya kepemimpinan Jokowi 5 Tahun kedepan di Jakarta membuat hasil yang Jauh
lebih Baik dari sebelumnya dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan kehidupan
seluruh masyarakat Jakarta. Semoga. Amien.
Good Luck Pak Jokowi-Ahok. Doa Kami menyertai Kalian.
Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/10/17/manajemen-gaya-jokowi-501680.htmlTulisan 2
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH
Maryono, Y. Warella, Kismartini
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan
manajemen moneter dan akuntabilitas pelaksanaan moneter dan faktor yang
mempengaruhi di Provinsi Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah:
pertama, penerapan kebijakan moneter manajemen dan moneter akuntabilitas tidak
mengalami kendala berarti. Tapi dalam kasus penerapan prinsip transparansi APBD
yaitu, Akuntabilitas dan efisien tidak optimal. Kedua: faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap APBD pelaku implementasi adalah komunikasi, tidak ada
perintah untuk menghapus lebih rinci, sumber daya faktor yang kurang fasilitas
perangkat lunak computer aplikasi, dan birokrasi faktor struktur yang panjang
birokrasi pencairan dana dan kurangnya dari Pengawas, independensi kurang dan
obyektivitas.
A. PENDAHULUAN
Semenjak terbitnya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah, serta
tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan
penyusunan perhitungan APBD, terjadi perubahan mendasar dalam pengelolaan
keuangan daerah. Salah satu perubahan tersebut adalah adanya anggaran berbasis
kinerja dan hilangnya klasifikasi anggaran rutin dan pembangunan. Pemerintah
Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu pemerintah daerah di Indonesia, dalam
rangka menindaklanjuti Kepmendagri tersebut telah menerbitkan SK Gubernur Nomor
105 Tahun 2002 dan diperbaharui dengan Nomor 120 tahun 2003 tentang Pedoman
penatausahaan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah propinsi
Jawa Tengah. Dalam SK Gubernur tersebut diatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1) Pedoman umum, 2) Tahap Persiapan Pelaksanaan APBD, 3) Tahap pelaksanaan
APBD, 4) Tahap pengendalian pelaksanaan APBD, 5) Perubahan APBD dan 6)
Perhitungan APBD.
Dalam pedoman umum angka tiga huruf a, diatur tentang
prinsip pelaksanaan APBD, antara lain : hemat, tidak mewah, efisien, efektif
terarah, terkendali, transparan dan akuntanbel. Permasalahan yang dihadapi
adalah implementasi prinsip pelaksanaan APBD tersebut belum optimal.
Tabel. 1.
Indikasi Penyimpangan
Pengelolaan Keuangan Daerah
Propinsi Jawa Tengah.
No
|
Kasus
|
Indikasi
|
Sumber
|
1
|
Dugaan
Korupsi APBD 2003 oleh DPRD periode 1999-2004. Tentang :
·
Biaya Kegiatan khusus
·
Dana sarana khusus
·
Anggaran Rumah Tangga
|
-Tidak
Transparan
-Tidak
Akuntabel
-Tidak
efisien
|
Suara Merdeka,
27/6/2004
|
2
|
Pembayaran
Gaji Dobel bulan September Anggota DPRD periode 1999-2004 dan 2004 – 2009
|
-
Tidak efisien
-
pemborosan
|
Wawasan,
2/9/2004
|
3
|
Asuransi
asset pemprov Jawa Tengah kepada PT. Asuransi Bangun Askrida
tanpa
melalui pelelangan
|
-
Tidak Transparan
|
Radar Semarang,
4/12/2004
|
4
|
Pemberangkatan
Haji Abidin (atas biaya dinas) kepada pejabat dan anggota DPRD Prop. Jawa
Tengah
|
-
Tidak efisien
-
pemborosan
|
Suara Merdeka,
7/12/2004
|
5
|
Anggaran
pakaian Gubernur dan Wagub yang mencapai 94 Milyar
|
-Tidak
efisien
-pemborosan
|
Suara Merdeka,
4/12/2004
|
Sumber : Radar, Wawasan dan Suara
Merdeka (data diolah)
Bertolak data di atas, maka penelitian akan melihat
bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa
Tengah dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan
tersebut. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan pelaksanaan
kebijakan pengelolaan keuangan daerah di Propinsi Jawa Tengah dan untuk
mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut.
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
sebagai masukan bagi pemerintah Propinsi Jawa dalam rangka perbaikan
pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan dan sebagai bahan masukan bagi
penelitian selanjutnya.
Teori yang mendasari penelitian ini adalah Good
Governance, Good Financial Governance, Manajemen Keuangan Daerah dan
konsepkonsep Implementasi Kebijakan. Konsep Good Governance merupakan wacana
yang relative baru bagi bangsa Indonesia. Konsep ini merupakan konsep mutakhir
yang diimpor dari luar, dan diperkenalkan di Indonesia oleh lembaga-lembaga
donor. Terdapat beberapa lembaga yang mencoba memberikan defenisi konsep Good
Governance, antara lain world Bank, ADB dan UNDP.
World Bank mengusung tiga indikator yang perlu
diperhatikan dalam good governance, yaitu (1) bentuk rejim politik, (2) proses
dimana kekuasaan digunakan dalam manajemen manajemen sumber daya sosial dan
ekonomi bagi kepentingan pembangunan, (3) kemampuan pemerintah untuk mendesain,
memformulasikan, melaksanakan kebijakan, dan melaksanakan fungsi-fungsinya.
(Sulistiyani : 2004 :22). Sementara itu ADB (Asian Development Bank)
mengartikulasikan empat elemen penting dari good governance yaitu :
Accountability, participation, predictability, dan tranparency. Sedangkan UNDP
memberikan definisi lebih ekspansif bahwa good governance meliputi pemerintah,
sektor swasta, dan civil society. UNDP menyebutkan enam indicator kesuksesan
good governance yaitu : (1) mengikutsertakan semua, (2) transparan dan
bertanggungjawab, (3) efektif dan adil, (4) menjamin adanya supremasi hukum,
(5) menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan
pada konsensus masyarakat, dan (6) memperhatikan kepentingan mereka yang paling
miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber
daya pembangunan. Good governance merujuk pada tiga pilar yaitu : public
governance merujuk pada lembaga-lembaga pemerintah, corporate governance
merujuk pada pihak swasta/dunia usaha, dan civil society merujuk kepada
masyarakat madani. Untuk mewujudkan good governance, upaya pembenahan pada
salah satu pilar harus dibarengi dengan pembenahan berbagai pilar lainnya
secara serentak dan seimbang. Sedangkan ciri utama dalam good governance adalah
acountability, participation, dan transparency. Salah satu elemen penting dalam
rangka perwujudan good governance adalah adanya pengelolaan keuangan yang baik
(Good Finacial Governance). ADB memberikan indikator ataupun prinsip-prinsip
good financial governance yaitu :
(1) transparency of financial reporting
(2) Reliability of finacial reporting
(3) Accounting & auditing standards
(4) strength of the accounting and auditing profession
(5) Legal and regulatory framework
Sementara itu Saragih (2003 : 121) mengemukakan
terdapat lima prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan publik yaitu : (1)
Transparansi, (2) Efisien, (3) Efektif, (4) Akuntabilitas dan (5) Partisipatif.
Konsep good financial governance juga mengilhami dalam pengelolaan keuangan
daerah. Menurut Mardiasmo (2002 : 105) terdapat prinsipprinsip utama yang
mendasari pengelolaan keuangan daerah. Prinsip-prinsip tersebut adalah
transparansi, akuntabilitas, dan Value for money.
Sementara itu World Bank dalam Mardiasmo (2002 : 106)
menetapkan prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan
daerah, antara lain : (1) Komprehensif dan disiplin, (2) Fleksibilitas, (3)
terprediksi, (4) Kejujuran, (5) Informasi dan (6) Transparansi dan akuntabilitas.
Untuk dapat menerapkan konsep-konsep yang telah diuraian di atas, perlu
diterjemahkan dalam sebuah kebijakan. Dan kebijakan akan memberikan dampak
ataupunImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella,
Kismartini) hasil, apabila kebijakan itu diimple-mentasikan. Menurut Webster
Dictionary (Wahab : 1997 : 64) to implement berarti to provide the means for
carrying out, to give pratical effect to.
Sementara itu Van Meter dan Horn mendefenisikan
implementasi kebijakan sebagai “those actions by public or private individuals
(or groups) that are directed at achievement of objectives set forth in prior
policy decisions.
Teori yang mengkaji implementasi kebijakan diberikan
oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Implementasi kebijakan akan berjalan
sempurna, diperlukan persyaratan tertentu, yaitu : a) kondisi eksternal yang
dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan
atau kendala yang serius, b) untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan
sumber-sumber yang cukup memadai, c) perpaduan sumber-sumber yang diperlukan
benar-benar tersedia, d) kebijakan yang diimplementasikan didasari oleh suatu
hubungan kausalitas andal, e) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya
sedikit mata rantai penghubungnya, f) hubungan saling ketergantungan harus
kecil, g) pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, h)
tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, dan j)
pihakpihak yang mewakili wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan
kepatuhan yang sempurna.
Van Meter dan Van Horn mengembangkan model
implementasi kebijakan yang terdiri dari enam variabel, yaitu : 1) standar dan
sasaran kebijakan, 2) Sumber daya kebijakan, 3) komunikasi antar organisasi, 4)
karakteristik badan pelaksana, 5) kondisi sosial ekonomi dan politik, 6) sikap
implementor. Sementara itu Mazmanian dan Sabatier menyatakan bahwa implementasi
kebijakan merupakan fungsi dari tiga ariabel yaitu : 1) karakteristik masalah,
2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam yang
mengoperasionalkan kebijakan, 3) Faktor-faktor diluar peraturan. Sedangkan
George C. Edward III, menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu
proses yang dinamis dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berhubungan, yaitu : a) komunikasi, b) sumber daya, c) disposisi dan d)
struktur birokrasi. Dalam penelitian ini, teori yang menjadi acuan utama adalah
Teori Implementasi kebijakan dari George C. Edward III, dengan fokus penelitian
pada tiga variable utama yaitu : komunikasi, sumber daya dan struktur
birokrasi. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif yang bersifat menerangkan fenomena yang diteliti. Data dalam
penelitian ini terdiri : 1) data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan informan. 2) data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari
dokumen, laporan dan buku-buku yang mendukung data. Sementara instrument
penelitian adalah peneliti sendiri,dengan dilengkapi panduan wawancara kepada
key person untuk memperoleh data yang diperlukan. Informan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah a) pejabat dari Biro Keuangan Propinsi Jawa Tengah, b)
Kasubag Keuangan/pemegang kas pada Unit Kerja, c) pejabat pemeriksa pada Badan
Pengawas Propinsi Jawa Tengah. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam
rangka penelitian adalah sebagai berikut : 1) wawncara mendalam, yaitu
melakukan wawancara kepada informan yang terlibat langsung dan mengetahui
pelaksanan kebijakan tersebut, 2) Pengamatan langsung, yaitu peneliti terjun
langsung ke lapangan dan mengamati secara langsung pelaksanaan kebijakan
dimaksud. Analisis data yang digunakan adalah analisis taksonomis yaitu bentuk
analisis yang lebih rinci dan mendalam dalam membahas suatu tema atau pokok
permasalahan. Dimana domaian atau bidang yang ditonjolkan perlu dilacak secara
mendalam dan terinci struktur internalnya.
B. PEMBAHASAN
1. Implementasi Kebijakan
Dari hasil wawancara dengan informan terungkap bahwa
secara proses implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah PropinsiJawa
Tengah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat dilihat dari tahapan pelaksanaan
yang berjalan tanpa ada kendala yang berarti. Namun dalam implementasi
prinsipprinsip pelaksanaan APBDImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah
(Maryono, Y. Warella, Kismartini) masih belum optimal, yaitu prinsip
transparansi, akuntabilitas dan efisiensi.
a. Transparansi
Pelaksanaan prinsip transparansi belum optimal, karena
masih adanya pengadaan barang dan jasa yang diatur terlebih dahulu pemenangnya.
Hal ini diungkapkan oleh seorang Auditor di Bawas: “ nggak ada itu yang namanya
transparan. semuanya sudah di atur. di antara kontraktor sendiri sudah
sepakat.. bahwa itu proyek ini maka pemenang ini.. sedangkan untuk proyek lain
pemenangnya yang itu.. kayak arisan.. jadi semua prosedur itu Cuma formalitas
aja… semua sudah di atur”
b. Akuntabilitas
Dalam pelaksanaan prinsip akuntabilitas juga belum
berjalan optimal, karena pembuatan SPJ banyak rekayasa dan belum mencerminkan
penggunaan dana yang sebenarnya. Hal ini dapat dibaca dari jawaban informan
berikut ini : “ Yang namanya SPJ ataupun laporan itu kan di atas kertas mas..
jadi ya dapat di atur-atur mas… apa sih yang nggak bisa diatur di Indonesia
ini… kalau menurut saya akuntabilitas itu. Ya penggunaan dana yangbenar secara
prosedur, benar secara administrasi dan secara fisik barang yang di beli itu
ada… dan itu bisa dibuktikan dengan
pemeriksaan… kalau Cuma lihat SPJ ya jelas bagus-bagus..”
c. Efisien
Dalam pelaksanaan prinsip efisien juga belum berjalan
secara optimal, karena masih banyak pengadaan barang dan jasa yang di mark up
harganya. Selain itu terdapat pula pengadaan
yang fiktif. Berikut petikan jawaban dari seorang informan.
Temuan kami yang terbanyak itu.. ya mark up harga.. jadi menurut pendapat saya
prinsip efisiensi itu belum dilaksanakan… memang betul ada standar harga.. tapi
banyak harganya kadangkala jauh di atas harga di luaran bahkan mungkin dapat
dua… dan tidak seluruh barang itu ada harga standarnya”
2. Komunikasi
Dalam faktor komunikasi terdapat hal-hal sebagai
faktor pendorong, maupun faktor penghambat terhadap implementasi kebijakan
pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah. Faktor pendorong tersebut
adalah 1) adanya sosialisasi, 2) penyampaian informasi yang berjalan lancar, 3)
adanya keragaman dalam saluran komunikasi, 4) terdapat konsistensi dalam
penyampaian pesan/perintah kebijakan. Sedangkan faktor penghambat adalah belum
ada aturan yang secara rinci menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan APBD,
beserta aturan pelaksanaannya. Sumber Daya Dalam faktor sumber daya juga
terdapat hal-hal sebagai faktor pendorong, dan hal-hal sebagai faktor
penghambat. Adapun hal-hal sebagai faktor pendorong adalah 1) adanya sumber
daya staf yang cukup memadai, 2) Adanya informasi yang cukup dan lancar, 3)
adanya fasilitas pendukung seperti ruangan ber-AC, meja kursi, ATK dll. 4) adanya
usahauntuk mengembangkan sumber daya manusia ke depan.Sedangkan faktor
penghambatnya adalah belum adanya aplikasi software computer untuk pembuatan
RASK, DASK, SPJ dsb.
3. Struktur Birokrasi
Selain dua faktor di atas, faktor lain yang
berpengaruh adalah faktor struktur birokrasi. Dalam faktor ini juga terdapat
faktor pendorong dan faktor penghambat. Adapun faktor pendorongnya adalah 1)
adanya kejelasan pembagian kewenangan antar pelaksana kebijakan. 2) adanya
kejelasan prosedur pelaksanaan kebijakan, 3) adanya kerja sama yang terjalin
antar pelaksana, 4) adanya koordinasi yang baik antar instansi pelaksana.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah pertama, adanya jalur birokrasi yang
terlalu panjang dalam pencairan dana pengisian kas (PK), kedua Struktur Bawasda
yang berada di bawah Gubernur tidak memungkinkanImplementasi Pengelolaan
Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) bawasda bersikap obyektif dan
independen dalam melakukan pemeriksaan.
C. PENUTUP
1. Simpulan
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam
tulisan ini dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi
Jawa Tengah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat dilihat dari proses tahapan
pelaksanaan yang tidak mengalami kendala yang berarti. Namun dalam implementasi
prinsip-prinsip pelaksanaan APBD masih berjalan belum
optimal.Ketidaktransparanan itu dapat dilihat dari pengaturan pemenang tender.
Sedang dari prinsip akuntabilitas adalah banyaknya pembuatan SPJ yang
direkayasa. Sedangkan dari sudut efisiensi adalah masih adanya mark up harga
dalam pengadaan barang dan jasa, bahkan pengadaan fiktif walaupun prosentasenya
kecil.
b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
kebijakan pengelolaan keuangan daerah propinsi Jawa Tengah adalah komunikasi,
sumberdaya, struktur birokrasi. Faktor komunikasi, hal yang paling menghambat
adalah belum adanya aturan penjelas yang rinci tentang pelaksanaan prinsip-prinsip
APBD. Faktor sumber daya, hal yang dirasakan cukup menghambat adalah tidak
tersedianya software aplikasi komputer. Sedangkan faktor struktur birokrasi,
hal yang paling menghambat adalah panjangnya birokrasi dalam pencairan dana dan
kurang objektif dan indpendensi badan pengawas.
2. Saran
Dari simpulan di atas, maka saran yang penulis ajukan adalah
:
a. Perlu
diterbitkan aturan penjelas yang memberikan penjelasan lebih rinci tentang
prinsipprinsip pelaksanaaan APBD, beserta aturan pelaksanaannya
b. Perlu
dibangun system aplikasi komputer, dalam rangka pembuatan RASK, DASK, SPJ dan
laporan lainnya.
c. Dalam
rangka memperpendek birokrasi pencairan dana, maka perlu dikurangi waktu
verifikasi SPJ, atau menggabungkan Bagian Verifikasi dengan Bagian
Perbendaharaan.
d. Perlu
kiranya, dipikrkan agar struktur Bawasda tidak berada di bawah Gubernur, tetapi
menjadi badan otonom.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 1997. Analisa Kebijaksanaan dari
formulasi ke Implementasi kebijakan negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy.
Washington DC : Conggressional Quarterly Press.
Mardiasmo.2002.Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Memahami Good Governance :
dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi publik untuk keuangan dan
Pembangunan Daerah. Yogyakarta : Penerbit Andi.
0 komentar:
Posting Komentar