CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 29 Oktober 2013

TUGAS 2



Tulisan 1

 

Manajemen Gaya Jokowi

Jika tindakan Anda menginspirasi orang lain untuk bermimpi, bertindak, dan menjadi lebih dari sebelumnya, Anda seorang pemimpin. - John Quincy Adams.
MANAJEMEN
James Mac Gregor Burns dalam buku “Leadership” yang ditulis tahun 1978, berbicara tentang Kepemimpinan Moral dengan mengungkapkan bahwa ” yang saya maksudkan ialah pemimpin yang dapat menghasilkan perubahan sosial yang akan memuaskan kebutuhan otentik pengikut”. (Manajemen/James A.F Stoner). Seperti kita ketahui dalam masa kampanye pilkada gubernur DKI, Jokowi telah mengobservasi segala hal yang menjadi kebutuhan masyarakat DKI. Masyarakat yang mempercayai kepemimpinannya dalam menata kelola jalannya pemerintahan DKI yakin bahwa ; dengan Jokowi sebagai gubernur DKI, maka pemerintahan DKI dapat memenuhi secara konkrit semua kebutuhan sebagian besar masyarakat di Jakarta. Jokowi kemudian memberikan janji sebagai komitmen bagi para pengikutnya dalam kampanye, yang pada akhirnya pilkada dimenangkan oleh Jokowi-Basuki.
Cara Jokowi dalam menata kelola pemerintahan provinsi Jakarta dapat terlihat pada hari pertama dan kedua masa kepemimpinannya. Saya memang bukan ahli manajemen yang dapat menilai kepemimpinan seorang tokoh dengan kredibilitas dan kapasitas yang mumpuni, namun sebagai orang awan dalam bidang manajemen, saya melihat sebuah fenomena baru cara mengelola sebuah pemerintahan daerah yang lebih rasional dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar masyarakat Jakarta saat ini. Sudah terbukti pada masa sebelumnya dan berjalan, bahwa teknik manajemen pemerintahan yang disebut modern dengan birokrasi yang panjang dan besar ternyata tidak efektif dan malah menimbulkan biaya yang besar dalam aspek kehidupan masyarakat didaerah provinsi maupun kabupaten. Manajemen birokrasi modern yang diterapkan pada tata kelola pemerintahan daerah yang berjenjang menyebabkan seorang pemimpin enggan dan mungkin tidak mau turun kelapangan untuk melihat kenyataan fakta yang dilaporkan oleh bawahannya. Adalah sebuah anekdot ABS yang sering kita dengar terungkap saat para pegawai melapor kepada pimpinan dengan fakta yang bertolak belakan dengan hasil laporan. Situasi ini diperparah dengan keengganan pemimpin melakukan Pengendalian fakta dilapangan. Banyak pemimpin daerah yang percaya dengan laporan anak buah nya dalam kertas laporan saja. Padahal telah banyak terungkap kertas laporan berbanding terbalik dengan fakta kenyataan dilapangan.
Sebagian besar kita yang mengikuti perjalanan 2 hari kepemimpinan Jokowi di Jakarta mungkin telah membaca berita di harian media massa nasional, bahwa Jokowi akan mendorong anak buahnya untuk mau terjun  kelapangan. Jokowi mengungkapkan cara manajemen dengan rentang waktu perencanaan yang singkat namun efektif dan lebih memberikan banyak waktu untuk melakukan pengarahan, implementasi dan pengendalian.
Dalam buku Manajemen Umum (Djati Julitriarsa & John Suprihanto/BPFE 1992) dalam halaman 5 dijelaskan fungsi Manajemen menurut George R. Terry adalah ;
  1. Planning.
  2. Organizing.
  3. Actuating.
  4. Controlling.
Menurut saya, teori fungsi manejemen yang di jelaskan oleh George R. Terry dapat menjelaskan tata kelola pemerintahan Jakarta dengan kepemimpinan Jokowi dan memiliki relevansi yang seutuhnya. Saya tidak setuju dengan penjelasan gaya kepemimpinan Jokowi dalam sebuah acara TV nasional  adalah sama dengan gaya kepemimpinan dimasa kerajaan dahulu (kuno) di Indonesia dimana tidak ada delegasi kekuasaan.
GAYA JOKOWI
Memang saya orang awan dalam keilmuan manjemen, namun tulisan ini merupakan sebuah apresiasi atas fenomena gaya kepemimpinan baru Jokowi yang menurut saya sangat efektif untuk dilakukan dalam menjalankan roda pemerintahan.
Gaya menajemen Jokowi lebih memberikan ruang pada implementasi dan pengendalian. Apabila diterjemahkan dalam bahasa statistik sederhana, maka menurut hemat saya dapat dipolakan sebagai berikut ;
  1. Planning (10%).
  2. Organizing (10%).
  3. Actuating (30%).
  4. Controlling (50%).
Hipotesa statistik sederhana dalam proporsi persentase tersebut memang perlu dikaji kebenarannya, karena proporsi  fungsi manajemen terhadap  manajemen gaya Jokowi tersebut merupakan dugaan secara instan dan hanya menggunakan estimasi perkiraan yang belum ilmiah.
Namun, pada prinsipnya ; dengan ungkapan Jokowi yang akan mengajak anak buahnya untuk lebih banyak turun kelapangan, adalah sebuah kejelasan bahwa fungsi manajemen Pengendalian/Controlling mendapat porsi terbesar (50%) yang dilakukan oleh manajemen gaya Jokowi setelah melakukan proses observasi lapangan yang ekivalen dengan fungsi manajemen Actuating sebesar 30%.
Saya sangat rindu dengan gaya kepemimpinan seorang Jokowi sejak lama dapat diterapkan di Negara ini. Yang artinya seorang pemimpin yang akan bekerja keras melakukan pengendalian atas semua perencanaan yang telah dibuat dan dipetakan dalam membangun  kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia. Gaya kepemimpinan Jokowi yang meletakkan porsi terbesar dalam Pengendalian, menurut hemat saya adalah sangat efektif dan efisien dalam menjaga implementasi  pembangunan di lapangan berjalan dengan semestinya.
Pemimpin yang mau bekerja keras dengan turun kelapangan sebagai bentuk fungsi manajemen dalam Pengendalian merupakan sebuah keniscayaan  keberhasilan dalam proses menjalankan pembangunan kesejahteraan  seluruh anak bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Sebab roh utama dalam fungsi manajemen adalah Pengendalian. Pengendalian dapat dijalankan dengan efektif apabila seorang pemimpin mau bekerja keras turun melihat fakta kelapangan. “No Pain No Gain”.
Saya berharap, dengan gaya kepemimpinan Jokowi 5 Tahun kedepan di Jakarta membuat hasil yang Jauh lebih Baik dari sebelumnya dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan kehidupan seluruh masyarakat Jakarta. Semoga. Amien.
Good Luck Pak Jokowi-Ahok. Doa Kami menyertai Kalian.
Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/10/17/manajemen-gaya-jokowi-501680.html

Tulisan 2
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH
Maryono, Y. Warella, Kismartini
            Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan manajemen moneter dan akuntabilitas pelaksanaan moneter dan faktor yang mempengaruhi di Provinsi Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah: pertama, penerapan kebijakan moneter manajemen dan moneter akuntabilitas tidak mengalami kendala berarti. Tapi dalam kasus penerapan prinsip transparansi APBD yaitu, Akuntabilitas dan efisien tidak optimal. Kedua: faktor-faktor yang berpengaruh terhadap APBD pelaku implementasi adalah komunikasi, tidak ada perintah untuk menghapus lebih rinci, sumber daya faktor yang kurang fasilitas perangkat lunak computer aplikasi, dan birokrasi faktor struktur yang panjang birokrasi pencairan dana dan kurangnya dari Pengawas, independensi kurang dan obyektivitas.

A. PENDAHULUAN
Semenjak terbitnya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah, serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD, terjadi perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah. Salah satu perubahan tersebut adalah adanya anggaran berbasis kinerja dan hilangnya klasifikasi anggaran rutin dan pembangunan. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu pemerintah daerah di Indonesia, dalam rangka menindaklanjuti Kepmendagri tersebut telah menerbitkan SK Gubernur Nomor 105 Tahun 2002 dan diperbaharui dengan Nomor 120 tahun 2003 tentang Pedoman penatausahaan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah propinsi Jawa Tengah. Dalam SK Gubernur tersebut diatur hal-hal pokok sebagai berikut : 1) Pedoman umum, 2) Tahap Persiapan Pelaksanaan APBD, 3) Tahap pelaksanaan APBD, 4) Tahap pengendalian pelaksanaan APBD, 5) Perubahan APBD dan 6) Perhitungan APBD.
            Dalam pedoman umum angka tiga huruf a, diatur tentang prinsip pelaksanaan APBD, antara lain : hemat, tidak mewah, efisien, efektif terarah, terkendali, transparan dan akuntanbel. Permasalahan yang dihadapi adalah implementasi prinsip pelaksanaan APBD tersebut belum optimal.
Tabel. 1.
Indikasi Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Daerah
Propinsi Jawa Tengah.

No
Kasus
Indikasi
Sumber
1
Dugaan Korupsi APBD 2003 oleh DPRD periode 1999-2004. Tentang :
· Biaya Kegiatan khusus
· Dana sarana khusus
· Anggaran Rumah Tangga
-Tidak Transparan
-Tidak Akuntabel
-Tidak efisien
Suara Merdeka,
27/6/2004
2
Pembayaran Gaji Dobel bulan September Anggota DPRD periode 1999-2004 dan 2004 – 2009
- Tidak efisien
- pemborosan
Wawasan,
2/9/2004
3
Asuransi asset pemprov Jawa Tengah kepada PT. Asuransi Bangun Askrida
tanpa melalui pelelangan
- Tidak Transparan
Radar Semarang,
4/12/2004
4
Pemberangkatan Haji Abidin (atas biaya dinas) kepada pejabat dan anggota DPRD Prop. Jawa Tengah
- Tidak efisien
- pemborosan
Suara Merdeka,
7/12/2004
5
Anggaran pakaian Gubernur dan Wagub yang mencapai 94 Milyar
-Tidak efisien
-pemborosan
Suara Merdeka,
4/12/2004
Sumber : Radar, Wawasan dan Suara Merdeka (data diolah)
            Bertolak data di atas, maka penelitian akan melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah di Propinsi Jawa Tengah dan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai masukan bagi pemerintah Propinsi Jawa dalam rangka perbaikan pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan dan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
            Teori yang mendasari penelitian ini adalah Good Governance, Good Financial Governance, Manajemen Keuangan Daerah dan konsepkonsep Implementasi Kebijakan. Konsep Good Governance merupakan wacana yang relative baru bagi bangsa Indonesia. Konsep ini merupakan konsep mutakhir yang diimpor dari luar, dan diperkenalkan di Indonesia oleh lembaga-lembaga donor. Terdapat beberapa lembaga yang mencoba memberikan defenisi konsep Good Governance, antara lain world Bank, ADB dan UNDP.
            World Bank mengusung tiga indikator yang perlu diperhatikan dalam good governance, yaitu (1) bentuk rejim politik, (2) proses dimana kekuasaan digunakan dalam manajemen manajemen sumber daya sosial dan ekonomi bagi kepentingan pembangunan, (3) kemampuan pemerintah untuk mendesain, memformulasikan, melaksanakan kebijakan, dan melaksanakan fungsi-fungsinya. (Sulistiyani : 2004 :22). Sementara itu ADB (Asian Development Bank) mengartikulasikan empat elemen penting dari good governance yaitu : Accountability, participation, predictability, dan tranparency. Sedangkan UNDP memberikan definisi lebih ekspansif bahwa good governance meliputi pemerintah, sektor swasta, dan civil society. UNDP menyebutkan enam indicator kesuksesan good governance yaitu : (1) mengikutsertakan semua, (2) transparan dan bertanggungjawab, (3) efektif dan adil, (4) menjamin adanya supremasi hukum, (5) menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat, dan (6) memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan.    Good governance merujuk pada tiga pilar yaitu : public governance merujuk pada lembaga-lembaga pemerintah, corporate governance merujuk pada pihak swasta/dunia usaha, dan civil society merujuk kepada masyarakat madani. Untuk mewujudkan good governance, upaya pembenahan pada salah satu pilar harus dibarengi dengan pembenahan berbagai pilar lainnya secara serentak dan seimbang. Sedangkan ciri utama dalam good governance adalah acountability, participation, dan transparency. Salah satu elemen penting dalam rangka perwujudan good governance adalah adanya pengelolaan keuangan yang baik (Good Finacial Governance). ADB memberikan indikator ataupun prinsip-prinsip good financial governance yaitu :
(1) transparency of financial reporting
(2) Reliability of finacial reporting
(3) Accounting & auditing standards
(4) strength of the accounting and auditing profession
(5) Legal and regulatory framework
            Sementara itu Saragih (2003 : 121) mengemukakan terdapat lima prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan publik yaitu : (1) Transparansi, (2) Efisien, (3) Efektif, (4) Akuntabilitas dan (5) Partisipatif. Konsep good financial governance juga mengilhami dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurut Mardiasmo (2002 : 105) terdapat prinsipprinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan daerah. Prinsip-prinsip tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, dan Value for money.
            Sementara itu World Bank dalam Mardiasmo (2002 : 106) menetapkan prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan daerah, antara lain : (1) Komprehensif dan disiplin, (2) Fleksibilitas, (3) terprediksi, (4) Kejujuran, (5) Informasi dan (6) Transparansi dan akuntabilitas. Untuk dapat menerapkan konsep-konsep yang telah diuraian di atas, perlu diterjemahkan dalam sebuah kebijakan. Dan kebijakan akan memberikan dampak ataupunImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) hasil, apabila kebijakan itu diimple-mentasikan. Menurut Webster Dictionary (Wahab : 1997 : 64) to implement berarti to provide the means for carrying out, to give pratical effect to.
            Sementara itu Van Meter dan Horn mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at achievement of objectives set forth in prior policy decisions.
            Teori yang mengkaji implementasi kebijakan diberikan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Implementasi kebijakan akan berjalan sempurna, diperlukan persyaratan tertentu, yaitu : a) kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius, b) untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai, c) perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, d) kebijakan yang diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas andal, e) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, f) hubungan saling ketergantungan harus kecil, g) pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, h) tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, dan j) pihakpihak yang mewakili wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
            Van Meter dan Van Horn mengembangkan model implementasi kebijakan yang terdiri dari enam variabel, yaitu : 1) standar dan sasaran kebijakan, 2) Sumber daya kebijakan, 3) komunikasi antar organisasi, 4) karakteristik badan pelaksana, 5) kondisi sosial ekonomi dan politik, 6) sikap implementor. Sementara itu Mazmanian dan Sabatier menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga ariabel yaitu : 1) karakteristik masalah, 2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam yang mengoperasionalkan kebijakan, 3) Faktor-faktor diluar peraturan. Sedangkan George C. Edward III, menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berhubungan, yaitu : a) komunikasi, b) sumber daya, c) disposisi dan d) struktur birokrasi. Dalam penelitian ini, teori yang menjadi acuan utama adalah Teori Implementasi kebijakan dari George C. Edward III, dengan fokus penelitian pada tiga variable utama yaitu : komunikasi, sumber daya dan struktur birokrasi. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang bersifat menerangkan fenomena yang diteliti. Data dalam penelitian ini terdiri : 1) data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan. 2) data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen, laporan dan buku-buku yang mendukung data. Sementara instrument penelitian adalah peneliti sendiri,dengan dilengkapi panduan wawancara kepada key person untuk memperoleh data yang diperlukan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah a) pejabat dari Biro Keuangan Propinsi Jawa Tengah, b) Kasubag Keuangan/pemegang kas pada Unit Kerja, c) pejabat pemeriksa pada Badan Pengawas Propinsi Jawa Tengah. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam rangka penelitian adalah sebagai berikut : 1) wawncara mendalam, yaitu melakukan wawancara kepada informan yang terlibat langsung dan mengetahui pelaksanan kebijakan tersebut, 2) Pengamatan langsung, yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan dan mengamati secara langsung pelaksanaan kebijakan dimaksud. Analisis data yang digunakan adalah analisis taksonomis yaitu bentuk analisis yang lebih rinci dan mendalam dalam membahas suatu tema atau pokok permasalahan. Dimana domaian atau bidang yang ditonjolkan perlu dilacak secara mendalam dan terinci struktur internalnya.
B. PEMBAHASAN
1. Implementasi Kebijakan
            Dari hasil wawancara dengan informan terungkap bahwa secara proses implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah PropinsiJawa Tengah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat dilihat dari tahapan pelaksanaan yang berjalan tanpa ada kendala yang berarti. Namun dalam implementasi prinsipprinsip pelaksanaan APBDImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) masih belum optimal, yaitu prinsip transparansi, akuntabilitas dan efisiensi.
a. Transparansi
            Pelaksanaan prinsip transparansi belum optimal, karena masih adanya pengadaan barang dan jasa yang diatur terlebih dahulu pemenangnya. Hal ini diungkapkan oleh seorang Auditor di Bawas: “ nggak ada itu yang namanya transparan. semuanya sudah di atur. di antara kontraktor sendiri sudah sepakat.. bahwa itu proyek ini maka pemenang ini.. sedangkan untuk proyek lain pemenangnya yang itu.. kayak arisan.. jadi semua prosedur itu Cuma formalitas aja… semua sudah di atur”
b. Akuntabilitas
            Dalam pelaksanaan prinsip akuntabilitas juga belum berjalan optimal, karena pembuatan SPJ banyak rekayasa dan belum mencerminkan penggunaan dana yang sebenarnya. Hal ini dapat dibaca dari jawaban informan berikut ini : “ Yang namanya SPJ ataupun laporan itu kan di atas kertas mas.. jadi ya dapat di atur-atur mas… apa sih yang nggak bisa diatur di Indonesia ini… kalau menurut saya akuntabilitas itu. Ya penggunaan dana yangbenar secara prosedur, benar secara administrasi dan secara fisik barang yang di beli itu ada… dan itu bisa dibuktikan dengan
pemeriksaan… kalau Cuma lihat SPJ ya jelas bagus-bagus..”
c. Efisien
            Dalam pelaksanaan prinsip efisien juga belum berjalan secara optimal, karena masih banyak pengadaan barang dan jasa yang di mark up harganya. Selain itu terdapat pula pengadaan
yang fiktif. Berikut petikan jawaban dari seorang informan. Temuan kami yang terbanyak itu.. ya mark up harga.. jadi menurut pendapat saya prinsip efisiensi itu belum dilaksanakan… memang betul ada standar harga.. tapi banyak harganya kadangkala jauh di atas harga di luaran bahkan mungkin dapat dua… dan tidak seluruh barang itu ada harga standarnya”
2. Komunikasi
            Dalam faktor komunikasi terdapat hal-hal sebagai faktor pendorong, maupun faktor penghambat terhadap implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah. Faktor pendorong tersebut adalah 1) adanya sosialisasi, 2) penyampaian informasi yang berjalan lancar, 3) adanya keragaman dalam saluran komunikasi, 4) terdapat konsistensi dalam penyampaian pesan/perintah kebijakan. Sedangkan faktor penghambat adalah belum ada aturan yang secara rinci menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan APBD, beserta aturan pelaksanaannya. Sumber Daya Dalam faktor sumber daya juga terdapat hal-hal sebagai faktor pendorong, dan hal-hal sebagai faktor penghambat. Adapun hal-hal sebagai faktor pendorong adalah 1) adanya sumber daya staf yang cukup memadai, 2) Adanya informasi yang cukup dan lancar, 3) adanya fasilitas pendukung seperti ruangan ber-AC, meja kursi, ATK dll. 4) adanya usahauntuk mengembangkan sumber daya manusia ke depan.Sedangkan faktor penghambatnya adalah belum adanya aplikasi software computer untuk pembuatan RASK, DASK, SPJ dsb.
3. Struktur Birokrasi
            Selain dua faktor di atas, faktor lain yang berpengaruh adalah faktor struktur birokrasi. Dalam faktor ini juga terdapat faktor pendorong dan faktor penghambat. Adapun faktor pendorongnya adalah 1) adanya kejelasan pembagian kewenangan antar pelaksana kebijakan. 2) adanya kejelasan prosedur pelaksanaan kebijakan, 3) adanya kerja sama yang terjalin antar pelaksana, 4) adanya koordinasi yang baik antar instansi pelaksana. Sedangkan faktor penghambatnya adalah pertama, adanya jalur birokrasi yang terlalu panjang dalam pencairan dana pengisian kas (PK), kedua Struktur Bawasda yang berada di bawah Gubernur tidak memungkinkanImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) bawasda bersikap obyektif dan independen dalam melakukan pemeriksaan.

C. PENUTUP
1. Simpulan
            Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam tulisan ini dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat dilihat dari proses tahapan pelaksanaan yang tidak mengalami kendala yang berarti. Namun dalam implementasi prinsip-prinsip pelaksanaan APBD masih berjalan belum optimal.Ketidaktransparanan itu dapat dilihat dari pengaturan pemenang tender. Sedang dari prinsip akuntabilitas adalah banyaknya pembuatan SPJ yang direkayasa. Sedangkan dari sudut efisiensi adalah masih adanya mark up harga dalam pengadaan barang dan jasa, bahkan pengadaan fiktif walaupun prosentasenya kecil.
b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah propinsi Jawa Tengah adalah komunikasi, sumberdaya, struktur birokrasi. Faktor komunikasi, hal yang paling menghambat adalah belum adanya aturan penjelas yang rinci tentang pelaksanaan prinsip-prinsip APBD. Faktor sumber daya, hal yang dirasakan cukup menghambat adalah tidak tersedianya software aplikasi komputer. Sedangkan faktor struktur birokrasi, hal yang paling menghambat adalah panjangnya birokrasi dalam pencairan dana dan kurang objektif dan indpendensi badan pengawas.
2. Saran
Dari simpulan di atas, maka saran yang penulis ajukan adalah :
a.       Perlu diterbitkan aturan penjelas yang memberikan penjelasan lebih rinci tentang prinsipprinsip pelaksanaaan APBD, beserta aturan pelaksanaannya
b.       Perlu dibangun system aplikasi komputer, dalam rangka pembuatan RASK, DASK, SPJ dan laporan lainnya.
c.       Dalam rangka memperpendek birokrasi pencairan dana, maka perlu dikurangi waktu verifikasi SPJ, atau menggabungkan Bagian Verifikasi dengan Bagian Perbendaharaan.
d.      Perlu kiranya, dipikrkan agar struktur Bawasda tidak berada di bawah Gubernur, tetapi menjadi badan otonom.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 1997. Analisa Kebijaksanaan dari formulasi ke Implementasi kebijakan negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington DC : Conggressional Quarterly Press.
Mardiasmo.2002.Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Memahami Good Governance : dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Sumarto, Hetifah Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi publik untuk keuangan dan Pembangunan Daerah. Yogyakarta : Penerbit Andi.

0 komentar:

Posting Komentar